Beranda | Artikel
Belajar Fiqih yang Tepat: Apakah Dengan Metode Fiqih Mazhab atau Qoul ar-Rajih?
Senin, 15 November 2021

Belajar Fiqih yang Tepat: Apakah Dengan Metode Fiqih Mazhab atau Qoul ar-Rajih?

Saudara kita ini bertanya -semoga Allah memberimu kebaikan-: Mana yang lebih baik, mempelajari fiqih dari madzhab atau dari pendapat yang rajih (lebih kuat)? Apa itu pendapat yang rajih? Apa itu pendapat yang rajih?. Wahai para saudaraku, ini merupakan cara yang tidak benar dalam menuntut ilmu. Pendapat rajih adalah pendapat yang dipilih oleh seorang mujtahid mutlaq atau muqayyad, inilah pendapat rajih. Pendapat rajih adalah ijtihad yang dihasilkan oleh seorang mujtahid muqayyad atau mutlaq. Yaitu pendapat mujtahid yang ijtihadnya masih terikat dalam suatu permasalahan atau mujtahid yang telah memiliki kemampuan untuk berijtihad dalam setiap permasalahan, itulah pendapat yang lebih kuat menurut mujtahid tersebut maka jika kamu hendak belajar fiqih dari pendapat yang rajih Apakah yang dimaksud itu rajih menurut as-Syeikh Abdul Aziz bin Baz? Atau rajih menurut as-Syeikh Muhammad bin ‘Utsaimin? Atau rajih menurut as-Syeikh Shalih al-Fauzan? Atau ulama lainnya yang mengajarkan fiqih di negeri kita pada tahun-tahun terakhir ini yang telah memiliki pilihan pendapat dalam berbagai masalah?

Maka pendapat rajih adalah hal yang terikat dengan siapa yang berijtihad. Dan kamu tidak mungkin dapat mempelajari ilmu fiqih dengan metode seperti itu. Karena ijtihad seseorang berbeda dengan ijtihad orang lain Ini adalah satu hal yang harus diperhatikan. Dan hal lainnya, siapa yang memiliki kemampuan untuk berijtihad dalam perkara fiqih?. Karena ijtihad dalam perkara fiqih bukan sekedar kamu mendalami suatu masalah. Kemudian kamu dapat mengatakan pendapat ini rajih (lebih kuat) yang merupakan pendapat Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah Dan pendapat yang rajih menurut mayoritas ulama kontemporer adalah pendapat yang dipilih Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah Sehingga itulah yang menjadi pendapat yang rajih menurut orang banyak itu adalah pendapat yang menurut Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah sebagai pendapat yang lebih kuat. Sedangkan hai orang yang menganut pilihan Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah; kamu hanyalah muqallid (pengikut suatu pendapat) dan kamu bukan seorang mujtahid Buktinya, jika kamu bertanya kepadanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang membantah dalil dari pendapat tersebut.

Maka kamu akan mendapatinya tidak memiliki kemampuan untuk menjawab bantahan tersebut. Karena dia hanya mengikuti ijtihad dari Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah Dan inilah mayoritas ijtihad ulama-ulama kontemporer. Sehingga pendapat rajih yang kamu pelajari di kuliah syariah semuanya mengatakan ini pendapat rajih; Si Fulan berpendapat seperti ini, dan yang rajih adalah ini dan ini Padahal sesungguhnya semua itu merujuk pada pendapat yang dipilih oleh Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah -rahimahullah Ta’ala-. Kalau begitu, yang mana ilmu fiqih itu? Jika demikian, maka kalian tidak dapat mempelajari fiqih kecuali dengan mempelajari pendapat-pendapat yang dipilih oleh Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah -rahimahullah Ta’ala-. Sedangkan pendapat-pendapat yang dipilih oleh Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah tidak mencakup seluruh ilmu fiqih, karena tidak sampai kepada kita semuanya Dan dalam kitab-kitab beliau -rahimahullah Ta’ala- yang sampai kepada kita, terkadang memiliki lebih dari satu pendapat dalam suatu permasalahan.

Karena sebagian kitab-kitab itu telah ditulis sejak lama, seperti kitab Syarh al-‘Umdah; dan sebagian lainnya ditulis lebih akhir Sehingga untuk mengetahui pendapat yang beliau pilih, harus bersandar pada para muridnya, terutama Ibnu Muflih. Dan jika kamu mendapati perbedaan pada pendapat yang ditetapkan sebagai pendapat yang dipilih Ibnu Taimiyah dalam suatu permasalahan. Maka rujukannya adalah pada pendapat yang ditetapkan muridnya, Ibnu Muflih dalam kitab al-Furu’ Atau kitab al-Adab asy-Syar’iyyah Dan Ibnu al-Qayyim -rahimahullah- juga merujuk kepada Ibnu Muflih dalam mengetahui pendapat yang dipilih oleh Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah Dalam berbagai permasalahan hukum dan fiqih -rahimahumullah-.

Maka dari itu, pendapat yang rajih hanyalah anggapan semata dan hakikatnya tidak ada Sedangkan madzhab-madzhab yang disepakati, telah ada sejak ratusan tahun yang lalu Maka jika ada yang hendak mempelajari ilmu fiqih, maka dia harus mempelajarinya dari salah satu madzhab yang boleh diikuti. Dan tujuan dari mempelajarinya dari salah satu madzhab adalah untuk membantunya mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya sebagaimana yang disebutkan as-Syeikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab, dalam kitab Taisir al-Aziz al-Hamid dalam bab orang yang mentaati ulama dan umara dalam menghalalkan yang Allah halalkan dan mengharamkan yang Allah haramkan beliau menjelaskan bahwa mempelajari fiqih dari kitab-kitab fiqih bertujuan untuk memberi gambaran terhadap berbagai permasalahan yang dibahas di dalamnya. Dengan begitu kamu dapat memiliki gambaran berbagai pembahasannya sedikit demi sedikit.

Dan para ahli fiqih -rahimahumullah Ta’ala- telah Menyusun ilmu fiqih secara bertahap. Pertama mereka menulis rangkuman singkat, kemudian yang lebih luas lagi Kemudian lebih luas lagi dan lebih luas lagi Sehingga seseorang dapat memiliki gambaran terhadap berbagai macam pembahasannya Baik itu dalam madzhab Hanbali, Syafi’i, Malliki, atau Hanafi Setiap madzhab memiliki kitab-kitab yang bertahap Sehingga ketika kamu mempelajarinya secara bertahap, maka kamu dapat memiliki gambaran pembahasannya sedikit demi sedikit Kemudian kamu dapat naik ke tingkat yang lebih luas pembahasannya. Kemudian kamu dapat mencakup seluruh pembahasan ilmu fiqih Kemudian kamu dapat mengetahui dalil dalam suatu madzhab Dan kemudian kamu dapat mengetahui pendapat-pendapat dalam empat madzhab Dan jika syeikh yang mengajarkanmu fiqih memiliki pendapat dalam suatu permasalahan maka sesungguhnya kamu sedang belajar kepada seorang murajjih.

Adapun jika ia mengatakan, ‘Pendapat yang lebih kuat adalah ini’, sedangkan itu adalah pendapat yang dipilih Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah maka syeikh itu adalah seorang muqallid, dan bukan syeikh yang mampu berijtihad Karena ijtihad mengharuskan seseorang untuk memiliki ilmu tentang dalil-dalil yang berhubungan dengan pendapat yang dia pilih Dan kemampuan untuk menjawab tentang dalil-dalil itu.

Oleh sebab itu, aku dapat menyebutkan salah satu contoh kepada kalian Para ulama kontemporer berkata tentang pendapat yang ada dalam madzhab Hanbali: “Dan mengeluarkan sisa air kencing sebanyak tiga kali adalah perbuatan yang mustahab (dianjurkan)” Para ulama kontemporer itu mengatakan itu adalah bid’ah sebagaimana yang disebutkan oleh Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah Dan oleh murid beliau, Ibnu al-Qayyim dalam kitab Ighatsah al-Lahfan Itulah pendapat yang rajih menurut mereka, benar begitu?.

Kalian mengetahui hal ini Akan tetapi jika kita dalami perkara tentang mengeluarkan sisa air kencing ini menurut para ulama besar seperti asy-Syafi’i Maka menurut mereka perkara tentang mengeluarkan sisa air kencing ini memiliki dua maksud Pertama, membersihkan air kencing yang tidak mungkin dapat dilakukan kecuali dengan cara ini Yaitu dengan mengejan untuk mengeluarkan sisa air kencing Sehingga tidak tersisa lagi di dalamnya Dan ini adalah hal yang harus dilakukan, dan disepakati secara ijma’ Sehingga tidak mungkin dikatakan itu adalah perbuatan bid’ah Karena pembersihan najis yang diperintahkan syariat tidak mungkin tercapai kecuali dengan melakukan itu Kedua, perbuatan yang lebih dari hal itu, yaitu mengeluarkan sisa air kencing dengan bantuan tangan Para ahli fiqih -rahimahumullah Ta’ala- menyebutkan perbuatan mengeluarkan sisa air kencing secara mutlak.

Namun kemudian para ulama kontemporer memaksudkannya dengan mengeluarkan sisa air kencing menggunakan tangan Padahal itu bukanlah yang dimaksud secara tepat, namun hanya sebagian dari maksudnya saja Sehingga pendapat yang rajih dalam perkara mengeluarkan sisa air kencing dengan mengejan untuk membersihkan sisa najis merupakan perkara yang diperintahkan bahkan wajib dilakukan Adapun membersihkan sisa kencing dengan bantuan tangan, maka inilah yang dimaksud pada pendapat Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah -rahimahullah Ta’ala-. Dan demikian pula dalam berbagai permasalahan lainnya, baik itu yang ada dalam madzhab Hanbali atau madzhab lainnya Oleh sebab itu, jika kamu ingin mendapat manfaat dari belajar fiqih Maka pelajarilah secara bertahap dan teratur melalui salah satu madzhab yang diakui Aku tidak berkata, “Berpeganglah selalu pada pendapat yang ada dalam madzhab”.

Namun aku katakan, “Senantiasalah mempelajarinya dari madzhab”. Dan jika kamu memilih suatu pendapat, atau syeikhmu memilih suatu pendapat Atau hatimu lebih condong kepada pendapat yang dipilih oleh Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah, Kemudian kamu mengikutinya; maka itu adalah urusanmu. Akan tetapi kamu tidak akan menguasai pembahasan-pembahasan ilmu fiqih kecuali dengan metode seperti ini Adapun orang yang belajar ilmu fiqih secara asal-asalan, maka itu tidak akan mendatangkan manfaat. Dan hanya menghasilkan orang-orang yang tidak menguasai ilmu fiqih dengan baik Dan aku pernah membaca makalah salah satu dari mereka yang ditulis beberapa lembar Di dalamnya terdapat potongan kutipan-kutipan dari pendapat Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah Dari kutipan-kutipan itu, orang tersebut menyimpulkan dibolehkannya lagu, Dan dibolehkannya mendengarkan lagu dari suara wanita, Serta perkara-perkara lainnya yang masih banyak lagi Hal ini karena dia tidak memahami hakikat perkataan Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah dalam perkara tersebut.

Dan dia tidak memahami fiqih dengan sebenar-benarnya Mereka tidak memiliki gambaran yang benar dalam ilmu fiqih Kemudian mereka hendak memahami para ahli fiqih seperti Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah -rahimahullah Ta’ala- Dan dari sinilah masuk banyak masalah kepada kaum muslimin akhir-akhir ini Sehingga sekarang pendapat-pendapat yang dhaif (lemah) menjadi tuntunan agama Padahal para ahli fiqih bersepakat tentang haramnya memberi fatwa menggunakan pendapat yang dhaif Tidak boleh memberi fatwa dengan pendapat yang lemah.

Mereka masih membolehkan fatwa dengan pendapat yang marjuh (di bawah tingkat rajih) Karena pendapat marjuh masih memiliki tingkat kekuatan, hanya saja masih ada yang lebih kuat Sedangkan pendapat dhaif adalah mendapat yang tidak benar, sehingga tidak boleh digunakan untuk berfatwa Kemudian sekarang orang yang tidak memahami fiqih bersandar pada pendapat-pendapat yang lemah ini. Dan menjadikannya sebagai tuntunan agama bagi orang banyak Oleh sebab itu, yang dulunya haram, sekarang menjadi halal Akibat orang yang berbicara dalam masalah fiqih tidak memiliki keahlian.

Dan jika orang yang tidak memiliki keahlian telah berbicara dalam perkara agama maka dia akan mendatangkan berbagai musibah bagi umat. Dan kekurangan yang terjadi ini adalah karena lemahnya ghirah terhadap agama Allah Azza wa Jalla yang dimiliki oleh para menuntut ilmu dan para pengajarnya. Dan karena tidak teguh di atas jalan para salaf dalam menuntut ilmu .Dan janganlah sekali-kali kalian terlena oleh ketenaran; karena waktu akan terus berganti dan berubah Sedangkan agama Islam tidak akan berubah oleh waktu Dan betapa seringnya orang-orang digemparkan oleh suatu perkara, namun selang beberapa tahun kemudian perkara itu lenyap dan hilang.

Dan yang tetap ada adalah yang bermanfaat bagi manusia. Dan cermatilah hal ini pada keadaan-keadaan yang terjadi belum lama ini Betapa banyak fitnah dan cobaan yang menimpa kaum muslimin. Kemudian fitnah itu menyeret beberapa orang yang dikenal sebagai orang yang memahami agama. Pada awalnya mereka memiliki kedudukan dan derajat Namun selang beberapa tahun yang penuh tipudaya itu, ternyata mereka menjadi seakan-akan tidak pernah ada Dan lihatlah masa kejayaan nasionalisme dan komunisme, dan orang yang menggaungkan islam sosialis Dan lihatlah Abu Dzar, pemimpin kaum sosialis yang memiliki banyak fatwa tentang sosialisme dan lainnya. Namun pada akhirnya mereka lenyap, disingkirkan oleh Allah Azza wa Jalla Dan yang tetap ada adalah agama Allah Subhanahu wa Ta’ala Maka kekhawatiran ini bukan terhadap agama, namun terhadap dirimu Khawatir kamu akan salah dalam memahami agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan salah satu yang dapat melindungimu -biidznillah- adalah dengan mengetahui jalan yang benar dalam mempelajari agama, dan berpegang teguh kepada jalan para salaf dan berpegang pada wasiat mereka,.

‘Kalian harus berpegang pada perkara yang pertama dan ikutilah ia dan jangan kalian mengikuti pendapat-pendapat orang, meskipun mereka menghiasinya dengan kalimat yang indah’ karena hiasan itu akan lenyap, sedangkan kebenaran akan tetap ada Hal yang batil hanya bertahan sekejap, sedangkan hal yang benar akan bertahan hingga akhir zaman. Dan jalan yang telah ditetapkan oleh para ulama ahli fiqih, ahli hadits, dan ahli tafsir Tidak akan dapat dilenyapkan oleh jalan-jalan kecil Tidak akan! Karena mau tidak mau, jalan itu akan tetap ada Dahulu banyak orang yang meremehkan kitab Zad al-Mustaqni’ Mereka mencelanya dan menghina orang yang belajar dan mengajarkannya serta menghafalnya.

Namun selang beberapa tahun kemudian, orang-orang itu akhirnya menyadari Bahwa tidak ada jalan untuk mempelajari fiqih kecuali melalui kitab-kitab seperti ini Kitab-kitab yang mereka sebut sebagai kitab kuning, kitab klasik, atau kitab kuno Akan tetapi kitab-kitab itu akan tetap ada, karena agama Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tetap ada Allah Ta’ala berfirman “Dan Nabi Ibrahim menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya” [QS. Az-Zukhruf: 28].

Maka selama keturunan Nabi Ibrahim masih ada, maka kalimat tauhid dan agama Islam akan tetap ada Kalianpun telah hafal hadits-hadits tentang tha’ifah manshurah dan firqah najiyah. Dan yang saya maksud di sini adalah agar kamu berhati-hati Terhadap setiap kelompok yang disambut dan mendapat perhatian banyak orang Janganlah kamu mudah tertipu dengan kelompok tersebut. Bahkan jangan mudah tertipu oleh apa yang aku katakan kepadamu. Hingga kamu melihatnya, apakah sesuai dengan jalan para salaf atau tidak? Jika sesuai dengan jalan para salaf, maka berpegang teguhlah padanya. Namun jika itu hanya omong kosong dari orang shalih (yang tidak berilmu), maka lempar perkataan itu ke dinding Karena perkataan itu tidak akan mendatangkan manfaat bagimu Dan kamu akan meraih keselamatan dengan menempuh jalan para salaf. Ini lebih selamat bagimu dalam agamamu di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala Karena jika kamu menghadap kepada Allah ‘Azza wa Jalla, sedangkan hujjahmu adalah para ulama besar. Dari kalangan para sahabat, tabi’in Dan ulama-ulama besar seperti Imam Ahmad, asy-Syafi’i, Malik, al-Bukhari, ad-Darimi, Dan ulama setelah mereka seperti Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah, dan muridnya, Ibnu al-Qayyim, Ibnu Muflih, dan Ibnu Rajab. Maka itu lebih baik bagimu; daripada jika kamu menghadap kepada Allah sedangkan hujjahmu adalah Si Fulan dan Si Fulan yang hidup di zaman ini Aku memohon kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung agar memberi kita semua taufik menuju apa yang Dia ridhai Dengan ini selesai sudah jawaban tiga pertanyaan sekaligus Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua Alhamdulillahi rabbil ‘alamin

==============================================================================

يَقُوْلُ هَذَا الْأَخُ يَقُوْلُ أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ

أَيُّهُمَا أَفْضَلُ دِرَاسَةُ الْمَذْهَبِ أَمِ الْقَوْلُ الرَّاجِحُ؟

وَأَيْش الْقَوْلُ الرَّاجِحُ؟

مَا هُوَ الْقَوْلُ الرَّاجِحُ؟

هَذِهِ يَا إِخْوَانُ مِنَ الْغَلَطِ فِي أَخْذِ الْعِلْمِ

الْقَوْلُ الرَّاجِحُ هُوَ الْاِخْتِيَارُ الَّذِيْ يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ مُجْتَهِدٌ مُقَيَّدٌ أَوْ مُطْلَقٌ هَذَا الْقَوْلُ الرَّاجِحُ

هُوَ الاِجْتِهَادُ الَّذِيْ يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ قَوْلُ مُجْتَهِدٍ مُقَيَّدٍ أَوْ مُطْلَقٍ

فَهُوَ قَوْلُ مُجْتَهِدٍ مُقَيَّدٍ فِي مَسْأَلَةٍ

أَوْ عِنْدَهُ قُدْرَةٌ عَلَى الْاِجْتِهَادِ كُلِّهِ

فَهُوَ رَاجِحٌ بِالنِّسْبَةِ إِلَيْهِ

فَأَنْتَ إِذَا أَرَدْتَ الْآنَ أَنْ تَدْرُسَ الْفِقْهَ بِالرَّاجِحِ

هَلِ الرَّاجِحُ تَقْصُدُ مَا هُوَ الرَّاجِحُ عِنْدَ الشَّيْخِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ بْنِ بَازٍ؟

أَوِ الرَّاجِحُ لِلشَّيْخِ مُحَمَّدٍ بْنِ عُثَيْمِيْنَ

أَوِ الرَّاجِحُ عِنْدَ الشَّيْخِ صَالِحِ الْفَوْزَانِ

أَوْ غَيْرُهُمْ مِمَّنْ دَرَسَ الْفِقْهَ فِي قَطْرِنَا فِي هَذِهِ السَّنَوَاتِ الْأَخِيْرَةِ وَلَهُ فِي ذَلِكَ اخْتِيَارَاتٌ

فَالرَّاجِحُ شَيْءٌ مُقَيَّدٌ بِالنِّسْبِةِ لِمُجْتَهِدٍ

وَلَا يُمْكِنُ أَنْ تَدْرُسَ الْفِقْهَ عَلَى هَذَا النَّحْوِ

فَاجْتِهَادُ فُلَانٍ يَخْتَلِفُ عَنِ اجْتِهَادِ فُلَانٍ يَخْتَلِفُ عَنِ اجْتِهَادِ فُلَانٍ

هَذَا شَيْءٌ

وَالشَّيْءُ الْآخَرُ مَنْ ذَا الَّذِيْ عِنْدَهُ مُكْنَةٌ فِي الْاِجْتِهَادِ فِي الْفِقْهِ

فَإِنَّ الاِجْتِهَادِ فِي الْفِقْهِ لَيْسَ هُوَ تَبْحَثُ الْمَسْأَلَةَ

ثُمَّ تَقُوْلُ وَالرَّاجِحُ كَذَا وَهُوَ قَوْلُ أَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةِ

فَإِنَّ الرَّاجِحَ عِنْدَ الْمُتَأّخِّرِيْنَ عَامَّتِهِمْ هُوَ قَوْلُ أَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةَ

فَصَارَ هَذَا هُوَ الرَّاجِحُ عِنْدَ النَّاسِ

فَيَكُوْنُ هَذَا رَاجِحاً بِالنِّسْبَةِ لِأَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةَ

أَمَّا أَنْتَ أَيُّهَا النَّاقِلُ لِاخْتِيَارِ أَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةَ فَإِنَّكَ مُقَلِّدٌ

وَلَسْتَ مُجْتَهِداً

وَالدَّلِيْلُ أَنَّكَ إِذَا أَوْرَدْتَ عَلَيْهِ مَا يَقَعُ مِنَ الْإيْرَادَاتِ الَّتِي تُعْرَفُ فِي عِلْمِ الْخِلَافِ فِي إِبْطَالِ دَلِيْلِهِ أَوْ إِبْطَالِ وَجْهِ اسْتِدْلَالِهِ

لَا تَجِدُ لَهُ مُكْنَةً فِي الْمُنَاقَشَةِ فِي ذَلِكَ

فَهُوَ مُقَلَّدٌ لِاجْتِهَادِ أَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةَ

وَهَذَا هُوَ الْغَالِبُ فِي اجْتِهَادَاتِ الْمُتَأّخِّرِيْنِ

فَحِيْنَئِذٍ يَكُوْنُ الْقَوْلُ الرَّاجِحُ الَّذِيْ تَدْرُسُهُ فِي كُلِّيَّةِ الشَّرِيْعَةِ

كُلٌّ يَقُوْلُ الرَّاجِحُ الرَّاجِحُ فُلَانٌ قَالَ كَذَا وَالرَّاجِحُ كَذَا وَالرَّاجِحُ كَذَا

هُوَ فِي الْحَقِيْقَةِ مَآلُهُ إِلَى اخْتِيَارَاتِ أَبِي الْعَبَّاسِ بْنِ تَيْمِيَةِ الُحَفِيْدِ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى

فَحِيْنَئِذٍ أَيْنَ هَذَا الْفِقْهُ؟

إذاً لَا يُقَابِلُ هَذَا إِلَّا أَنْ تَدْرُسَ اخْتِيَارَاتِ أَبِي الْعَبَّاسِ بْنِ تَيْمِيَةِ الْحَفِيْدِ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى

وَاخْتِيَارَاتِ أَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةِ الْحَفِيْدِ لَا تَشْمَلُ الْفِقْةَ كُلَّهُ فَإِنَّهَا لَمْ تَحْفَظْ لَنَا

وَهُوَ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى فِي كُتُبِهِ الْمَوْجُوْدَةِ فِي أَيْدِيْنَا لَهُ قَوْلٌ فِي مَسْأَلَةٍ وَلَهُ قَوْلٌ فِي الْمَسْأَلَةِ قَوْلٌ آخَرُ

لِأَنَّ بَعْضَهَا قَدِيْمُ التَّصْنِيْفِ كَشَرْحِ الْعُمْدَةِ وَبَعْضَهَا مُتَأَخِّرٌ

وَلِذَلِكَ يُعَوَّلُ عَلَى تَلَامِيْذِهِ وَلَا سِيَّمَا ابْنُ مُفْلِحٍ فِي مَعْرِفَةِ اخْتِيَارِهِ

فَاخْتِيَارُ ابْنِ تَيْمِيَةِ الَّذِي اسْتَقَرَّ عَلَيْهِ فِي مَسْأَلَةٍ إِذَا وَجَدْتَ فِيْهِ اخْتِلَافاً

مَرَدُّهُ إِلَى مَا قَرَّرَهُ تِلْمِيْذُهُ ابْنُ مُفْلِحٍ فِي كِتَابِ الْفُرُوْعِ

أَوْ فِي كِتَابِ الْآدَابِ الشَّرْعِيَّةِ

وَقَدْ كَانَ ابْنُ الْقَيِّمِ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى يَرْجِعُ إِلَيْهِ فِي مَعْرِفَةِ اخْتِيَارِ أَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةِ

فِي مَسَائِلِ الْأَحْكَامِ وَالْفِقْهِ رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالَى جَمِيْعاً

فَحِيْنَئِذٍ الْقَوْلُ الرَّاجِحُ مُتَوَهِّمٌ لَا وُجُوْدَ لَهُ

وَالْمَذَاهِبُ الْمَتْبُوْعَةُ مَوْجُوْدَةٌ مُسْتَقِرَّةٌ مُنْذُ مِئَاتِ السِّنِيْنَ

فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَقْرَأَ الْفِقْهَ فَلَا بُدَّ أَنْ يَقْرَأَهُ بِدِرَاسَةٍ فِي مَذْهَبٍ مِنَ الْمَذَاهِبِ الْمَتْبُوْعَةِ

وَدِرَاسَتِهِ عَلَى مَذْهَبٍ مِنَ الْمَذَاهِبِ الْمَتْبُوْعَةِ

الْمَقْصُوْدُ بِهَا الْاِسْتِعَانَةُ عَلَى تَصَوُّرِ مَسَائِلِهِ

كَمَا ذَكَرَهُ الشَّيْخُ سُلَيْمَانُ ابْنُ عَبْدِ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ فِي تِيْسِيْرِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ

فِي بَابِ مَنْ أَطَاعَ الْعُلَمَاءَ وَالْأُمَرَاءَ فِي تَحْلِيْلِ مَا أَحَلَّ اللهُ وَتَحْرِيْمِ مَا حَرَّمَ اللهُ

فَإِنَّهُ ذَكَرَ هَذَا الْمَعْنَى وَبَيَّنَ أَنَّ دِرَاسَةَ الْفِقْهِ فِي كُتُبِ الْفُرُوْعِ الْمُرَادُ بِهَا الْاِسْتِعَانَةُ عَلَى تَصَوُّرِ الْمَسَائِلِ

فَأَنْتَ تَتَصَوَّرُ الْمَسَائِلَ شَيْئاً فَشَيْئاً

وَالْفُقَهَاءُ رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالَى رَتَّبُوا الْفِقْهَ عَلَى التَّدْرِيْجِ

فَأَلَّفُوا مُخْتَصَرَاتٍ وَجِيْزَةٍ ثُمَّ مَا هُوَ فَوْقَهَا

ثُمَّ مَا هُوَ فَوْقَهَا ثُمَّ مَا هُوَ فَوْقَهَا

حَتَّى يَتَمَكَّنَ الْإِنْسَانُ مِنْ تَصَوُّرِ الْمَسَائِلِ

سَوَاءٌ كَانَ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ أَوْ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ أَوْ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ أَوْ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ

فَإِنَّهُ لَا يَنْفَكُّ مَذْهَبٌ مِنْ هَذَا التَّدْرِيْجِ

فَعِنْدَمَا تَأْخُذُهُ مُدَرَّجاً تَتَصَوَّرُ الْمَسَائِلَ شَيْئاً فَشَيْئاً

ثُمَّ تَرْتَقِي بَعْدَ ذَلِكَ إِلَى اسْتِيْفَاءِ مَسَائِلَ أَكْثَرُ مِنَ الْمَبَادِئِ

ثُمَّ تَسْتَوْعِبُ الْفِقْهَ كُلَّهُ

ثُمَّ تَعْرِفُ دَلِيْلَ الْمَذْهَبِ

ثُمَّ تَعْرِفُ أَقْوَالَ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ

ثُمَّ إِنْ كَانَ لِشَيْخِكَ الْمُفَقِّهِ لَكَ نَظَرٌ فِي الْفِقْهِ

فَحِيْنَئِذٍ أَنْتَ تَقْرَأُ عَلَى مُرَجِّحٍ

وَأَمَّا أَنْ يَأْتِي فَيَقُوْلُ لَكَ الرَّاجِحُ كَذَا وَهُوَ اخْتِيَارِ أَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةِ الْحَفِيْدِ

فَهَذَا مُقَلِّدٌ وَلَيْسَ لَهُ اجْتِهَادٌ

لِأَنَّ اْلاِجْتِهَادَ يَقْتَضِي أَنْ يَكُوْنَ عِنْدَهُ عِلًمٌ بِالْأَدِلَّةِ الَّتِي عُلِّقَ بِهَا هَذَا الْاِخْتِيَارُ

وَقُدْرَةُ عَلَى الْإِجَابَةِ عَلَيْهَا

وَلِذَلِكَ إِذَا قُلْتُ لَكُمْ مَثَلاً

يُذْكَرُ عِنْدَ الْمُتَأَخِّرِيْنَ عِنْدَ قَوْلِ الْحَنَابِلَةِ

وَيُسْتَحَبُّ لَهُ نَثْرُ ذَكَرِهِ ثَلَاثاً

قَالُوْا وَهُوَ بِدْعَةٌ كَمَا ذَكَرَهُ أَبُو الْعَبَّاسِ ابْنُ تَيْمِيَةِ الْحَفِيْدُ

وَتِلْمِيْذُهُ ابْنُ الْقَيِّمِ فِي إِغَاثَةِ اللَّهْفَانِ

هَذَا الرَّاجِحٌ صَحّ؟

تَعْرِفُوْنَ هَذَا أَنْتُمْ تَعْرِفُوْنَ هَذَا

لَكِنْ إِذَا جِئْنَا إِلَى النَّثْرِ وَنَجِدُ أَئِمَّةَ كِبَارٍ كَالشَّافِعِيِّ يَذْكُرُهُ

وَيَقُوْلُوْنَ إِنَّ النَّثْرَ حَاصِلُ كَلَامِهِمْ النَّثْرُ لَهُ مَعْنَيَانِ

أَحَدُهُمَا مَا لَا يُمْكِنُ الْاِسْتِبْرَاءُ إِلَّا بِهِ

وَهُوَ أَنْ يُحَرِّكَ ذَكَرَهُ بِدَفْعِ الْبَوْلِ فِيْهِ

حَتَّى يَخْرُجَ مِنْهُ الْبَوْلُ وَلَا يَبْقَى مِنْهُ شَيْءٌ فِي ذَكَرِهِ

وَهَذَا قَدْرٌ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ إِجْمَاعَا

وَلَا يُمْكِنُ الْقَوْلُ بِأَنَّهُ بِدْعَةٌ

لِأَنَّ الْاِسْتِبْرَاءَ الْمَأْمُوْرَ بِهِ شَرْعاً لَا يَقَعُ إِلَّا بِهِ

وَالثَّانِيْ قَدْرٌ زَائِدٌ عَنْ ذَلِكَ وَهُوَ اسْتِعْمَالُ آلَةِ يَدٍ فِيْهِ

فَالْفُقَهَاءُ رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالَى ذَكَرُوا النَّثْرَ مُطْلَقاً

ثُمَّ خَصَّصَهُ الْمُتَأَخِّرُوْنَ بِإِرَادَةِ النَّثْرِ بِالْيَدِ

وَهَذَا لَيْسَ كُلَّ مَعْنَاهُ بَلْ هُوَ بَعْضُ مَعْنَاهُ

وَحِيْنَئِذٍ فَالرَّاجِحُ أَنَّ النَّثْرَ الَّذِيْ يَرْجِعُ إِلَى أَصْلِ اسْتِبْرَاءِ مَأْمُوْرٌ بِهِ بَلْ هُوَ وَاجِبٌ

وَأَمَّا النَّثْرُ الَّذِيْ يَكُوْنُ بِاسْتِعْمَالِ آلَةِ الْيَدِ فَهُوَ الَّذِيْ يَأْتِيْ عَلَيْهِ كَلَامُ أَبِيْ الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةِ الْحَفِيْدِ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى

وَقِسْ عَلَى هَذَا فِي مَسَائِلِ عِدَّةٍ سَوَاءً عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ أَوْ غَيْرِهِمْ

وَلِذَلِكَ إَذَا أَرَدْتَ أَنْ تَسْتَفِيْدَ فِيْ قِرَاءَةِ الْفِقْهِ

فَالْزَمْ قِرَاءَتَهُ عَلَى تَدْرِيْجٍ مُرَتَّبٍ فِي مَذْهَبٍ مِنَ الْمَذَاهِبِ الْمُعْتَمَدَةِ

وَلَا أَقُوْلُ لَكَ الْزَمْ قَوْلَ الْمَذْهَبِ

بَلْ أَقُوْلُ لَكَ الْزَمْ قِرَاءَتَهُ كَذَلِكَ

فَإِنْ كَانَ لَكَ اخْتِيَارٌ أَوْ شَيْخُكَ لَهُ اخْتِيَارٌ

أَوْ تَرَى أَنَّ قَلْبَكَ يَمِيْلُ إِلَى مَا ذَكَرَهُ أَبُو الْعَبَّاسِ ابْنُ تَيْمِيَةِ الْحَفِيْدُ

فَتُقَلِّدَهُ بِذَلِكَ فَهَذَا شَأْنُكَ

لَكِنْ تَصَوُّرُكَ لِلْمَسَائِلَ لَا يَمْكِنُ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ عَلَى هَذَا النَّحْوِ

وَأَمَّا طَلَبُ الْفِقْهِ عَلَى وَجْهِ الْفَوْضَى فَهَذَا لَا يَنْفَعُ

وَيُخْرِجُ لَنَا أُنَاساً لَا يَتَصَوَّرُوْنَ الْفِقْهَ كَمَا يَنْبَغِيْ

وَقَدْ رَأّيْتُ لِأَحَدِهِمْ مَقَالَةً فِي عِدَّةِ وَرَقَاتٍ مُذَكِّرَةً

اجْتَزَأَ فِيْهَا كَلَاماً لِأَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةِ

خَرَجَ بِهِ هَذَا الرَّجُلَ فِي إِبَاحَةِ الْغِنَاءِ

وَجَوَازِ سَمَاعِهِ مِنَ النِّسَاءِ

وَإِلَى آخِرِ قَائِمَةٍ طَوِيْلَةٍ

لِأَنَّهُ لَا يَفْهَمُ حَقِيْقَةَ كَلَامِ أَبِي الْعَبَّاسِ لِابْنِ تَيْمِيَةِ الْحَفِيْدِ فِيْهَا

وَلَمْ يَفْهَمِ الْفِقْهَ حَقِيْقَةً

فَهَؤُلَاءِ يَأْتُوْنَ وَلَيْسَ لَهُمْ تَصَوُّرٌ فِي الْفِقْهِ

ثُمَّ يُرِيْدُوْنَ أَنْ يَفْهَمُوا كَلَامَ الْفُقَهَاءِ الْمُحَقِّقِيْنَ كَأَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةِ الَحَفِيْدِ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى

وَمِنْ هُنَا دَخَلَ الْخَلَلُ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ بِأَخَرَةِ

فَصَارَتِ الْأَقْوَالُ الضَّعِيْفَةُ فِي الْمَذَاهِبِ دِيْنًا

وَالْفُقَهَاءُ مُجْمِعُوْنَ عَلَى حُرْمَةِ الْإِفْتَاءِ بِالضَّعِيْفِ

وَأَنَّهُ لَا يَجُوْزُ الْإِفْتَاءُ بِالضَّعِيْفِ

وَإِنَّمَا ذَكَرُوْا الْإِفْتَاءِ بِالْمَرْجُوْحِ

وَالْمَرْجُوْحُ لَهُ وَجْهُ قُوَّةٍ لَكِنَّهُ مَرْجُوْحٌ

أَمَّا الضَّعِيْفُ وَهُوَ مَا كَانَ مُتَوَهَّماً لَا حَقِيْقَةَ لَهُ فَإِنَّهُ لَا يَجُوْزُ الْإِفْتَاءُ بِهِ

وَالْيَوْمَ يَأْتِيْ مَنْ لَا يَفْهَمُ فِي صِنْعَةِ الْفِقْهِ فَيَأْخُذُ هَذِهِ الْأَقْوَالَ الضَّعِيْفَةَ

وَيَجْعَلُهَا دِيْناً يَتَدَيَّنُ النَّاسُ بِهِ

وَلِذَلِكَ صَارَ مَا كَانَ حَرَاماً بِالْأَمْسِ حَلَالَا بِالْيَوْمِ

لِأَنَّهُ تَكَلَّمَ فِي الْفِقْهِ مَنْ لَيْسَ بِأَهْلِهِ

وَإِذَا تَكَلَّمَ فِي الدِّيْنَ مَنْ لَيْسَ مِنْ أَهْلِهِ

جَاءَ بِمِثْلِ هَذِهِ الطَّامَّاتِ وَالْبَوَاقِعِ الَّتِي عَمَّتِ الْأُمَّةَ

وَإِنَّمَا حَصَلَ النَّقْصُ بِقِلَّةِ الْغِيْرَةِ عَلَى دِيْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْمُتَعَلِّمِيْنَ وَالْمُعَلِّمِيْنَ

وَعَدَمُ لُزُوْمِ جَادَّةِ مَنْ سَبَقَ فِي أَخْذِ الْعِلْمِ

وَلَا تَغُرَّكُمُ الطُّبُوْلِيَّاتُ وَالشُّهْرَةُ فَإِنَّ الْأَيَّامَ صِرَامٌ

وَالْإِسْلَامُ لَا تُغَيِّرُهُ الْأَيَّامُ

وَكَمْ مِنْ وَقْتٍ أَزْبَدَ النَّاسُ فِيْهِ وَأَرْعَدُوا لِأَمْرٍ ضَجُّوا فِيْهِ

فَمَا هِيَ إِلَّا سَنَوَاتٌ حَتَّى يَكُوْنَ زَبَداً يَذْهَبُ

وَيَبْقَى مَا يَنْفَعُ النَّاسَ

وَاعْتَبِرْ هَذَا فِي أَحْوَالٍ قَرِيْبَةٍ

فَكَمْ مِنْ بَاقِعَةٍ وَفِتْنَةِ أَلَمَّتْ بِالْمُسْلِمِيْنَ

ثُمَّ جَرَفَتْ مِمَّنْ يَنْتَسِبُ إِلَى الدِّيْنِ وَالشَّرِيْعَةِ قَوْماً

كَانَ لَهُمْ فِيْهَا شَارَةٌ وَرِئَاسَةٌ

فَمَا هِيَ إِلَّا سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ وَإِذَا بِهِمْ كَأَنْ لَمْ يَكُوْنُوْا

وَانْظُرْ إِلَى فَتْرَةِ الْقَوْمِيَّةِ أَوْ فَتْرَةِ الشُّيُوْعِيَّةِ وَمَنْ تَكَلَّمَ فِيْهَا مِمَّنْ أًلَّفَ الْإِسْلَامَ الْاِشْتِرَاكِيَّ

وَأَبُو ذَرٍّ إِمَامُ الْاِشْتِرَاكِيَّةِ وَلَهُ فَتَاوَى فِي الْاِشْتِرَاكِيَّةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ

ثُمَّ إِذَا بِهِمْ زَبَدٌ جُفَاءٌ قَدْ أَزَالَهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ

وَبَقِيَ دِيْنُ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

فَلَيْسَ الْخَوْفُ عَلَى الدِّيْنِ وَلَكِنِ الْخَوْفُ عَلَيْكَ أَنْتَ

أَنْ تَغْلَطَ فِي فَهْمِ دِيْنِ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

وَمِمَّا يَعْصِمُكَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ تَعْرِفَ طَرِيْقَ أَخْذِ دِيْنِكَ

وَأَنْ تَتَمَسَّكَ بِجَادَةِ مَنْ سَبَقَ

وَأَنْ تَلْزَمَ وَصِيَّتَهُمْ عَلَيْكُمْ بِالْعَتِيْقِ وَالْاِتِّبَاعِ

وَإِيَّاكُمْ وَآرَاءَ الرِّجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهَا لَكُمْ بِالْقَوْلِ

فَإِنَّ الزُّخْرُفَ يَزُوْلُ وَالْحَقُّ يَبْقَى

وَدَوْلَةُ البَّاطِلِ سَاعَةٌ وَدَوْلَةُ الْحَقِّ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ

وَمَا قَرَّرَهُ الْأَئِمَّةَ الْعُظَمَاءَ مِنَ الْفُقَهَاءِ وَالْمُحَدِّثِيْنَ وَالْمُفَسِّرِيْنَ

لَا يُمْكِنُ أَنْ تُزِيْلَهُ بُنِيَّاتُ الطَّرِيْقِ

أَبَداً فَهُوَ بَاقٍ بَاقٍ شَاءَ مَنْ شَاءَ وَأَبَى مَنْ أَبَى

وَقَدْ كَانَ فِيْمَا مَضَى قَوْمٌ يَأْنَفُوْنَ مِنْ زَادِ الْمُسْتَقْنِعِ

وَيَسْخَرُوْنَ بِهِ وَيَسْتَهْزِئُوْنَ بِمَنْ يَقْرَأُهُ وَيُقْرِئُهُ وَيَحْفَظَهُ

فَمَا هِيَ إِلَّا سَنَوَاتٌ وَإِذَا بِبَعْضِ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ يَرْجِعُوْنَ إِلَى عُقُوْلِهِمْ

وَيَرَوْنَ أَنَّهُ لَا سَبِيْلَ يَتَفَقَّهُ إِلَّا بِمِثْلِ هَذِهِ الْكُتُبِ

الَّتِيْ يَنْعَتُوْنَهَا بِالصَّفْرَاءِ أَوِ بِالتَّقْلِيْدِيَّةِ أَوْ بِالرَّتْكَارِيَّةِ وَمَعَ ذَلِكَ أَوِ الرَّجْعِيَّةِ

وَهِيَ سَتَبْقَى سَتَبْقَى لِأَنَّ دِيْنَ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بَاقٍ

قَالَ اللهُ تَعَالَى وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ

فَمَا بَقِيَ عَقِبُ إِبْرَاهِيْمَ فَإِنَّ كَلِمَةَ التَّوْحِيْدِ وَدِيْنَ الْإِسْلَامِ بَاقٍ

وَأَنْتُمْ تَحْفَظُوْنَ أَحَادِيْثَ الطَّائِفَةِ الْمَنْصُوْرَةِ وَالْفِرْقَةِ النَّاجِيَةِ

وَالْمَقْصُوْدُ أَنْ تَحْذَرَ

مِنْ كُلِّ هَيْئَةٍ يَخْرُجُ إِلَيْهَا النَّاسُ وَتَمْتَدُّ إِلَيْهَا أَعْنَاقُهُمْ

فَلَا تَغْتَرَّ بِهَا

حَتَّى مَا أَقُوْلُ لَكَ أَنَا لَا تّغْتَرَّ بِهِ

اُنْظُرْ هَلْ عَلَيْهِ مَنْ سَبَقَ أَوْ لَا؟

إِذَا كَانَ عَلَيْهِ مَنْ سَبَقَ تَمَسَّكْ بِهِ

وَإِذَا كَانَ مِنْ فَلَتَاتِ كَلَامِ صَالِحٍ أَلْقِهِ وَرَاءَ الْجِدَارِ

فَإِنَّهُ لَا يَنْفَعُكَ

وَالسَّلَامَةُ أَنْ تَكُوْنَ عَلَى طَرِيْقَةِ مَنْ سَبَقَ

فَهَذَا أَسْلَمُ لَكَ فِي دِيْنِكَ عِنْدَ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

فَأَنْ تَلْقَى اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَحُجَّتُكَ فِي دِيْنِكَ الْأَئِمَّةُ الْعُظَمَاءُ

مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ

وَأَئِمَّةِ الْهُدَى كَأَحْمَدَ وَالشَّافِعِيِّ وَمَالِكٍ وَالْبُخَارِيِّ وَالدَّارِمِيِّ

وَمَنْ بَعْدَهُمْ كَأَبُو العَبَّاسِ ابْنِ تَيْمِيَةِ وَتِلْمِيْذِهِ ابْنِ الْقَيِّمِ وَابْنِ مُفْلِحٍ وَابْنِ رَجَبٍ

خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَلْقَى اللهَ عَزَّ وَجَلَّ حُجَّتُكَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ مِنْ أَبْنَاءِ الْعَصْرِ

أَسْأَلُ اللهَ الْعَلِيَّ الْعَظِيْمَ أَنْ يُوَفِّقَ جَمِيْعاً إِلَى مَا رَضِيَهُ

بِهِذِهِ يَنْتَهِي الْإِجَابَةُ عَنْ نَفْسِهِ الثَّلَاثَةِ

وَفَّقَ اللهُ الْجَمِيْعَ

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

 


Artikel asli: https://nasehat.net/belajar-fiqih-yang-tepat-apakah-dengan-metode-fiqih-mazhab-atau-qoul-ar-rajih/